Rasa Memiliki

Tanpa sepotong pun bukti keterlibatan kita dalam proses penciptaan alam raya dan isinya ini, dapatkah kita mengklaim bahwa kita berhak memiliki sesuati yang berada di dalamnya? Tentu tidak. Tetapi, keperluan memuliakan manusia, Allah menciptakan rasa memiliki dalam diri kita. Tentu saja, rasa memiliki tidak sama dengan memiliki-yang kemudian dikonotasikan sebagai menguasai, mengatur, mengendalikan. Oleh karena itu, rasa memiliki bersifat fana; seperti makhluk hidup, ia dapat tumbuh, berkembang, atau bisa juga mati-baik secara perlahan-lahan maupun mendadak.

Rasa memiliki yang tumbuh dengan baik, dapat mengiriang kita untuk menyadari bahwa dalam konteks kita, memiliki adalah sekedar rasa, alih-alih, atau bahkan artifisial. Secara alamiah, kita merasakan buktinya melalui peristiwa yang mengharuskan kita berpisah untuk selama-lamanya dengan makhluk yang kita beri rasa untuk memilikinya, misalnya kematian orang tua. Sekeras apapun isak tangis kita, hal itu tidak dapat mengubah fakta bahwa kita harus berpisah dengan orang tua-dengan fakta lanjutan bahwa kematian orang tua menandakan bahwa ia bukan milik kita. 

Sebaliknya jika rasa memiliki mati secara diam-diam, kita akan merasakan bahwa kita tidak memilki siapapun, termasuk diri kita sendiri. Kita tidak memiliki ibu, bapak, adik, teman, saudara, karena rasa memilki terhadap mereka tak pernah kita pupuk untuk tumbuh dengan subur. Bahkan, rasa memiliki terhadap diri sendiri pelan-pelan menjelma menjadi keinginan untuk menghancurkan apa saja tentang diri kita. Itulah alasan mengapa ada orang yang rela menghancurkan dirinya sendiri dengan narkoba.

Pada akhirnya, rasa memiliki adalah jembatan yang menghubungkan antara diri kita dengan begitu banyak bukti kekuasaan Tuhan. Kitab dan bukti-bukti kekuasaan-Nya itu dihubungkan untuk saling menguatkan posisi masing-masing sebagai simbol kehebatan-Nya. So, kita akhirnya mahfum bahwa tanpa rasa memiliki, kita tak akan pernah menyadari bahwa untuk sekadar merasa kehilangan saja, kita membutuhkan pertolongan-Nya--karena seperti juga rasa memiliki, rasa kehilang adalah anugerah-Nya.

Muhammad Yuliaus. Catcil. Annida No.4/XVII Desember 2007.

0 comments:

Post a Comment

2015/04/03

Rasa Memiliki

Tanpa sepotong pun bukti keterlibatan kita dalam proses penciptaan alam raya dan isinya ini, dapatkah kita mengklaim bahwa kita berhak memiliki sesuati yang berada di dalamnya? Tentu tidak. Tetapi, keperluan memuliakan manusia, Allah menciptakan rasa memiliki dalam diri kita. Tentu saja, rasa memiliki tidak sama dengan memiliki-yang kemudian dikonotasikan sebagai menguasai, mengatur, mengendalikan. Oleh karena itu, rasa memiliki bersifat fana; seperti makhluk hidup, ia dapat tumbuh, berkembang, atau bisa juga mati-baik secara perlahan-lahan maupun mendadak.

Rasa memiliki yang tumbuh dengan baik, dapat mengiriang kita untuk menyadari bahwa dalam konteks kita, memiliki adalah sekedar rasa, alih-alih, atau bahkan artifisial. Secara alamiah, kita merasakan buktinya melalui peristiwa yang mengharuskan kita berpisah untuk selama-lamanya dengan makhluk yang kita beri rasa untuk memilikinya, misalnya kematian orang tua. Sekeras apapun isak tangis kita, hal itu tidak dapat mengubah fakta bahwa kita harus berpisah dengan orang tua-dengan fakta lanjutan bahwa kematian orang tua menandakan bahwa ia bukan milik kita. 

Sebaliknya jika rasa memiliki mati secara diam-diam, kita akan merasakan bahwa kita tidak memilki siapapun, termasuk diri kita sendiri. Kita tidak memiliki ibu, bapak, adik, teman, saudara, karena rasa memilki terhadap mereka tak pernah kita pupuk untuk tumbuh dengan subur. Bahkan, rasa memiliki terhadap diri sendiri pelan-pelan menjelma menjadi keinginan untuk menghancurkan apa saja tentang diri kita. Itulah alasan mengapa ada orang yang rela menghancurkan dirinya sendiri dengan narkoba.

Pada akhirnya, rasa memiliki adalah jembatan yang menghubungkan antara diri kita dengan begitu banyak bukti kekuasaan Tuhan. Kitab dan bukti-bukti kekuasaan-Nya itu dihubungkan untuk saling menguatkan posisi masing-masing sebagai simbol kehebatan-Nya. So, kita akhirnya mahfum bahwa tanpa rasa memiliki, kita tak akan pernah menyadari bahwa untuk sekadar merasa kehilangan saja, kita membutuhkan pertolongan-Nya--karena seperti juga rasa memiliki, rasa kehilang adalah anugerah-Nya.

Muhammad Yuliaus. Catcil. Annida No.4/XVII Desember 2007.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright @ Miscellaneous Thoughts | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by: best blogger template personal best blogger magazine theme | cheapest vpn for mac cheap vpn with open ports