Membaca novel ini, membuat saya seperti di ajak berkeliling Belanda. Deskripsinya sangat detil menjelaskan seluk-beluk negeri Belanda, mulai dari kehidupan dan budaya masyarakat disana sampai pada tempat-tempat eksotis ala Eropa. Membacanya saja sudah membuat saya larut dalam keindahan negeri kincir angin ini, apalagi jika benar-benar berada di sana, gak kebayang gimana rasanya. Novel yang dikemas dengan gaya lincah, kocak, dan menyentuh emosi ini, membuat saya benar-benar ingin menginjakkan kaki di benua Eropa
Diceritakan tentang lima orang mahasiswa S2 asal indonesia yang tidak sengaja bertemu di sebuah stasiun kereta, bernama Amersfort. Pertemuan dramatis yang tanpa disadari akan membelokkan jalah hidup mereka. Berkat badai, kretek, dan takdir, terbentuklah sebuah geng yang dijuluki Aagaban alias Aliansi Amersrfort GAra-gara Badai di Netherlands. Berangotakan Lintang, Gery, Daus, Wicak, dan Banjar. Keberadaan Lintang yang satu-satunya perempuan, membawa cerita seru dan menarik di antara mereka.
Suka duka kehidupan mahasiswa di negeri orang, dengan beasiswa terbatas, membuat mereka menyiasati segala hal agar tetap bisa menikmati keindahan dan kemewahan yang ditawarkan negara ini. Termasuk mencari tambahan euro dengan bekerja sambilan, seperti yang banyak dilakukan oleh mahasiswa Eropa. Belum lagi culture shock yang dihadapi, karena banyak perbedaan budaya sehari-hari antara Indonesia dengan Belanda. Termasuk perjuangan super keras untuk dapat manamatkan pendidikan dengan nilai yang tidak memalukan.
Konflik pun kemudian timbul dalam persahabatan mereka. Para pria anggota geng Aagaban keculai Gery, ternyata menaruh hati pada Lintang. Diam-diam tanpa sepengetahuan yang lain, masing-masing dari mereka mengeluarkan jurus jitu untuk mendapatkan perhatian Lintang. Apalagi setelah Lintang putus dengan kekasih bulenya, Jeroen. Mereka pun mencari akal agar bisa berduaan saja dengan Lintang, tanpa sahabat yang lain. Lintang sama sekali tidak menyadari perasaan rekan-rekannya ini. Hanya Gery yang menyita perhatian Lintang sepanjang waktu. Gery, sosok pria flamboyan dan baik hati, idaman semua wanita, termasuk Lintang.
Impian Lintang kandas untuk mendapatkan cinta Gery setelah dia menyaksikan Gery berciuman mesra dengan seorang laki-laki di apartemennya. Ternyata Gery seorang gay. Gery tak pernah coming out pada para sahabatnya ini tentang orientasi seksualnya sebelum kejadian itu. Namun hal ini, tidak merusak persahabatan mereka. Seorang sahabat harus dapat menerima bagaimanapun keadaan sahabatnya.
Setelah menjalani proses perkuliahan yang berliku, menyelesaikan tesis yang menyita waktu dan tenaga, dan mendapatkan gelar di bidang masing-masing, akhirnya mereka memutuskan untuk berwisata menjelajahi eropa sebelum kembali ke Indonesia. Para sahabat ini , minus Gery ( Gery sudah sering keliling Eropa karena sudah di belanda sejak kuliah s1 ) kemuadian mengadakan perjalanan ke beberapa negara di benua Eropa.
Perjalanan ala Eurotrip ini ternyata membuahkan suatu peristiwa penting yang akhirnya menentukan takdir mereka.
“ Lintang... I love you when you smile. I love you when you yell. I love you when you cry. I even love you when you’re drunk. All I know...is that I love you “
Wicak, the lucky guy yang berhasil mengutarakan perasaannya pada Lintang. Di saat itu, Lintang tak sekadar melihat wajah seorang sahabat saat memandang pria yang bicara padanya.
Pada akhirnya , mereka menemukan kebahagian masing-masing. Banjar sukses mendirikan sebuah perusahaan sendiri, Daus didapuk menjadi salah seorang juru bicara Istana Kepresidenan, Wicak bekerja di LSM internasional di Barcelona, Lintang menjadi diplomat di Depertemen Luar Negeri, dan Gery menjabat sebagai marketing manager di kantor pusat Philllips. Setelah menyelesika studi di Belanda, mereka kembali bertemu dalam sebuah acara spesial. Pernikahan Lintang dengan Wicak.
Selain berkisah susah senangnya menjadi mahasiswa rantau di Eropa, mereka juga berbagi tip bertahan hidup di Eropa. Sungguh kisah yang sanagt inspiratif. Membuat saya makin termotivasi untuk bisa menyenyam pendidikan di Eropa, atau setidaknya menginjakkan kaki di benua Eopa.
Novel ini ditulis keroyokan oleh empat orang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Belanda. Mereka adalah Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu Perdana. Mereka sukses membuat impian saya makin menggeliat dalam diri ini.
0 comments:
Post a Comment