Hari ini, Indonesia merayakan kemerdekaanya yang ke 66. Sudah bertahun-tahun Indonesia merdeka dan bebas dari penjajah. Tiap kali merayakan dirgahayu Indonesia, saya selalu tergelitik dan bertanya-tanya tentang arti merdeka. Setidaknya kemerdekaan bagi diri saya sendiri.
Saya menggartikan merdeka itu sebagi sebuah kebebasan. Tanpa ada ikatan dan belenggu. Dari dulu saya merasa menjadi seseorang yang merdeka. Tak ada tuntutan yang mengekang langah saya dalam menjalani apapun keinginan saya. Orangtua saya bukanlah tipe orang tua yang diktator yang memaksakan kehendaknya. Juga bukan orang tua yang suka melarang keinginan anaknya. Itu yang saya suka dari orang tua saya, tidak banyak aturan. Selagi dalam batas norma, lakukanlah apa yang kau mau. Rasa percaya mereka diletakkan di pundak saya. Tentu saja saya sangat menghargai kebebasan ini, segala tindakan dan keputusan yang saya ambil kelak akan saya pertanggungjawabkan kepada mereka.
Kadang sedikit miris melihat teman-teman saya yang tidak dapat mewujudkan keinginannya karena dilarang oleh orangtua. Dilarang keluar rumah, dilarang bepergian, dilarang menginap dirumah teman. Bahkan ada yang dipaksa orangtuanya untuk kuliah di jurusan yang tidak dia suka. Ada juga teman saya yang dilarang berhubungan dengan seseorang yang dicintainya.
Setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya, dan mereka memiliki alasan dibalik semua aturan yang dibuat. Tapi walau bagaimanapun juga anak tetap punya hak untuk menetukan pilihan hidupnya sendiri. Bagi seorang anak yang berjiwa penurut, mungkin saja dia akan patuh meski dengan perasaan tertekan. Sedangkan bagi anak yang bermental pemberontak, keinginan yang tak terpenuhi akan membuatnya membangkang. Lalu timbullah semacam perlawanan dan perselilihan yang akan menjadi jurang pemisah kedekatan anak dengan orang tua. Jika dia tidak nyaman dengan orangtuanya, bisa saja dia mencari bentuk kenyamanan lain di luar sana, yang belum tentu baik untuk anak itu sendiri. Rasa percaya akan membuatnya menjadi orang yang bertanggung jawab.
Kembali ke soal merdeka, bentuk kemerdekaan lain yang ingin saya peroleh adalah menghilangkan sesegera mungkin ketergantungan fianansial dari orang tua. Lebih dari dua puluh tahun saya hidup bergantung pada keringat orangtua. Semakin dewasa, saya mulai menyadari hidup saya akan lebih berarti jika bisa berdiri sendiri dan berbagi pada orang lain apa yang saya miliki. Hidup dan kebahagiaan tak lepas dari materi, meskipun dia bukan lah penentu utama. Namun setidaknya, saya tidak perlu menyusahkan orang lain akan keberadaan saya. Apalagi jika kelebihan yang saya punya bisa berarti bagi orang lain, tentu eksistensi saya di dunia ini akan memakin bermakna.
Itulah yang menggangu pikiran saya akhir-akhir ini. Keinginan untuk bebas dan mandiri itu semakin menggebu. Tapi saya tak bisa melakukannya tanpa menyelesaikan studi saya terlebih dahulu. Sebegitu pentingnya sebuah ijazah sarjana di negeri ini. Saya merasa belum merdeka jika gelar itu belum melekat di nama saya. Masih ada beberapa proses lagi yang harus saya selesaikan untuk meraihnya.
Sebenarnya merdeka dari suatu hal, belum tentu membuat saya merasakan kebebasan seutuhnya. Kemerdekaan itu adalah ketika saya bisa melakukan apapun yang saya inginkan , mewujudkan apa yang saja mimpikan, dan pergi kemanapun yang saya suka. Karena saya hanya mempunyai satu kehidupan dan mungkin satu kesempatan untuk melakukan semua hal yang saya ingin lakukan. Orangtualah yang menjadi batu loncatan bagi saya untuk meraih semua itu.
Mendadak saya ingat sebuah kutipan sajak Kahlil Gibran :
Anakmu bukan anakmu,putri sang hidup yang rindu pada diri sendiri,lewat engkau mereka lahir,tapi bukan dari engkau. Berikan mereka kasih sayangmu,tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri. Kau boleh menyerupai mereka, tapi jangan membuat mereka menyerupaimu,sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, pun tenggelam dimasa lampau. Kaulah busur dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur, sang pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Meliuk dengan suka cita dalam rentangan sang pemanah. Sebab dia mengasih anak panah yang meluncur laksana kilat, sebagaimana dikasihiNYA pula busur yang mantap.
Walau bagaimana pun, saya tetap bangga mempunyai orangtua seperti Ayah dan Ibu. Dan selama sisa hidup ini, saya akan berusaha membuat mereka bangga memiliki seorang putri seperti saya, hingga keberadaan saya menjadi berarti dalam hidup mereka.
0 comments:
Post a Comment