The Lucky Key

Kejadian hari ini ­membuat saya benar-benar shock. Bagaimana mungkin saya dengan sembrononya meninggalkan kosan dalam keadaan siap untuk dimasuki siapa saja. Karena terburu-buru saya lupa mencabut kunci dari lubangnya. Padahal kemarain, teman sebelah kamar saya baru saja kemalingan karena meninggalkan pintu kamarnya dalam keadaan terbuka. Sebentar saja dia pergi ke dapur, tiba-tiba pas balik ke kamar, dia malah mendapati dompet dan handphone-nya lenyap. Tak seorang pun menyadari ada orang asing yang masuk ke area kosan, karena semua pada sibuk dengan aktivitas di kamar masing-masing. Kebangetan tu maling, bulan puasa masih sempat-sempatnya nyolong barang orang.

Jadi, siang ini saya berencana mau pergi menemui dosen pembimbing skripsi. Saya berangkat dengan semangat 45 meskipun di luar hujan mengguyur sangat lebat. Bahkan walau badai menghadang sekalipun, akan tetap saya tempuh demi segelintir perjuangan untuk masa depan ini. Cieleee!! ( efek 17 agustusan cin )


Karena semangat juang yang terlalu menggebu-gebu, saja jadi teledor. Melupakan hal yang paling krusial. Dengan menenteng map di tangan kanan,  payung dan sekantong sampah di tangan kiri ( niatnya sekalian buang sampah, karena sudah menumpuk dan malas nanti kalo harus keluar lagi hanya untuk membuang sampah), sayapun melenggang ke luar kosan. Dan tentu saya tidak lupa mengunci pintu dan memasang gembok ( kawasan kosan saya rawan maling, jadi pengamana agak ekstra ). Namun, dengan bodohnya saya tidak mencabut kunci, malah meloyor sumringah penuh percaya diri.

Hujan mengucur deras. Berbekal payung biru muda yang biasa menemani saya di kala hujan, saya berangkat ke KAP dosen pembimbing. Sesuai standar prosedur bimbingan, pembimbing yang satu ini hanya boleh ditemui kantornya setiap Selasa dan Jumat. Dilarang bimbingan pada waktu dan tempat selain yang sudah ditentukan.

Dua kali naik angkutan umum, akhirnya saya sampai ditujuan. Dengan penuh antusias saya melangkah ke arah kantor beliau. Namun di depan pintu masuk salah seorang staf disana mengatakan bahwa bapak sedang keluar, dan tidak bisa ditemui hari ini. Luntur deh semangat saya, ini skripsi kapan kelarnya dong!*sigh

Saya berjalan gontai ke arah Pasar Raya, melihat-lihat makanan di pasa pabukoan yang digelar dekat lapangan Imam Bonjol. Saya lirik jam, waktu berbuka masih lama, empat jam lagi. Akhirnya saya putuskan untuk ngabuburit ke Gramedia. Bulan puasa membuat keadaan pasar semakin ramai. Ditambah lagi dengan kebakaran yang baru saja terjadi kemarin malam dan menghabiskan beberapa ruko di tempat yang saya lewati. Terlihat kerumunan orang membereskan puing-puing yang tersisa. Bangunan belum selesai direnovasi karena rusak oleh gempa yang terjadi tahun 2009 lalu, sekarang makin hancur dilalap api.   

Menuju Gramedia harus naik angkot sekali lagi, saya enggak sanggup jalan kaki dalam keadaan puasa di tengah terik matahari dan panasnya kota Padang. Di tengah perjalanan saya memeriksa saku tas tempat menyimpan uang receh dan biasanya saya menyimpan kunci disana. Saya ingin memastikan keberadaan kunci, dengan merogoh semakin ke dalam. Tangan saya tak menemukan letak kunci itu. Saya mulai panik, saya periksa semua isi tas. Hasilnya nihil. Arrggghhh. Baru saya ingat. Dari tadi saya memang tidak membawa kunci.

Saya panik. Tujuan ke gramedia diurungkan. Saya harus kembali secepatnya. Dalam perjalanan pulang, pikiran saya benar-benar was-was. Kemungkinan buruk menghantui saya. Bagaimana jika seseorang masuk ke kamar dan mengambil laptop saya. Karena satu-satunya barang berharga yang mungkin bisa dicuri adalah laptop yang tergeletak begitu saja di atas meja. Oh tidak, saya berdoa sepanjang jalan semoga barang-barang saya diamankan dari pencuri. Saya gak bisa membayangkan jika laptop itu hilang. Nilainya sangat material, di sana tersimpan semua data-data skripsi saya. dan saya tidak punya back up- nya. Saya tidak mau  hasil kerja keras selama enam bulan hilang begitu saja, dan gak sudi buat ngulang dari awal lagi. Jika laptop itu lenyap, tamatlah riwayat saya. Hidup saya pasti hancur untuk beberapa bulan ke depan.

Saya merutuki diri sendiri, kenapa bisa segegabah itu jadi orang. Terkadang saya agak bermasalah dengan perkara ingatan. Saya bisa lupa untuk hal yang sangat beresiko itu. Sialnya, jalanan lumayan macet. Makin lambat saya bisa menyampai kos. Saya hanya berdoa, doa orang berpuasa mungkin dikabulkan oleh Allah. Sesampai di gang menuju kosan, saya gunakan langkah seribu. Kawasan kos sepi. Di depan pintu kamar, saya terpekik bahagia. Kunci masih tergantung ditempatnya. Denga sigap saya buka pintu kamar. Oh, Alhamdulillah, laptop saya masih terletak manis di atas meja. Allah menyelamatkan hidup saya. Tidak akan ada acara meraung-seharian-di-kamar-meratapi-hidup-yang-semakin-suram, seperti yang sempat terlintas dalam pikiran saya.

Oh senangnya, mendapati laptop yang telah sekian lama setia menemati hari-hari saya masih dapat saya miliki. Dia sudah seperti bagian dari hidup saya, benda ajaib yang satu ini sudah membuat saya ketergantungan. “Oh Sayang, aku gak bakal menyia-nyiakan kamu lagi. Aku janji akan menjaga kamu. Sungguh tak bisa dibayangkan betapa sunyinya hidupku tanpa kamu. Baby, I don't want to lose you . ( Saya masih waras untuk tidak mencium dan memeluk “pacar” saya yang satu ini )


0 comments:

Post a Comment

2011/08/16

The Lucky Key

Kejadian hari ini ­membuat saya benar-benar shock. Bagaimana mungkin saya dengan sembrononya meninggalkan kosan dalam keadaan siap untuk dimasuki siapa saja. Karena terburu-buru saya lupa mencabut kunci dari lubangnya. Padahal kemarain, teman sebelah kamar saya baru saja kemalingan karena meninggalkan pintu kamarnya dalam keadaan terbuka. Sebentar saja dia pergi ke dapur, tiba-tiba pas balik ke kamar, dia malah mendapati dompet dan handphone-nya lenyap. Tak seorang pun menyadari ada orang asing yang masuk ke area kosan, karena semua pada sibuk dengan aktivitas di kamar masing-masing. Kebangetan tu maling, bulan puasa masih sempat-sempatnya nyolong barang orang.

Jadi, siang ini saya berencana mau pergi menemui dosen pembimbing skripsi. Saya berangkat dengan semangat 45 meskipun di luar hujan mengguyur sangat lebat. Bahkan walau badai menghadang sekalipun, akan tetap saya tempuh demi segelintir perjuangan untuk masa depan ini. Cieleee!! ( efek 17 agustusan cin )


Karena semangat juang yang terlalu menggebu-gebu, saja jadi teledor. Melupakan hal yang paling krusial. Dengan menenteng map di tangan kanan,  payung dan sekantong sampah di tangan kiri ( niatnya sekalian buang sampah, karena sudah menumpuk dan malas nanti kalo harus keluar lagi hanya untuk membuang sampah), sayapun melenggang ke luar kosan. Dan tentu saya tidak lupa mengunci pintu dan memasang gembok ( kawasan kosan saya rawan maling, jadi pengamana agak ekstra ). Namun, dengan bodohnya saya tidak mencabut kunci, malah meloyor sumringah penuh percaya diri.

Hujan mengucur deras. Berbekal payung biru muda yang biasa menemani saya di kala hujan, saya berangkat ke KAP dosen pembimbing. Sesuai standar prosedur bimbingan, pembimbing yang satu ini hanya boleh ditemui kantornya setiap Selasa dan Jumat. Dilarang bimbingan pada waktu dan tempat selain yang sudah ditentukan.

Dua kali naik angkutan umum, akhirnya saya sampai ditujuan. Dengan penuh antusias saya melangkah ke arah kantor beliau. Namun di depan pintu masuk salah seorang staf disana mengatakan bahwa bapak sedang keluar, dan tidak bisa ditemui hari ini. Luntur deh semangat saya, ini skripsi kapan kelarnya dong!*sigh

Saya berjalan gontai ke arah Pasar Raya, melihat-lihat makanan di pasa pabukoan yang digelar dekat lapangan Imam Bonjol. Saya lirik jam, waktu berbuka masih lama, empat jam lagi. Akhirnya saya putuskan untuk ngabuburit ke Gramedia. Bulan puasa membuat keadaan pasar semakin ramai. Ditambah lagi dengan kebakaran yang baru saja terjadi kemarin malam dan menghabiskan beberapa ruko di tempat yang saya lewati. Terlihat kerumunan orang membereskan puing-puing yang tersisa. Bangunan belum selesai direnovasi karena rusak oleh gempa yang terjadi tahun 2009 lalu, sekarang makin hancur dilalap api.   

Menuju Gramedia harus naik angkot sekali lagi, saya enggak sanggup jalan kaki dalam keadaan puasa di tengah terik matahari dan panasnya kota Padang. Di tengah perjalanan saya memeriksa saku tas tempat menyimpan uang receh dan biasanya saya menyimpan kunci disana. Saya ingin memastikan keberadaan kunci, dengan merogoh semakin ke dalam. Tangan saya tak menemukan letak kunci itu. Saya mulai panik, saya periksa semua isi tas. Hasilnya nihil. Arrggghhh. Baru saya ingat. Dari tadi saya memang tidak membawa kunci.

Saya panik. Tujuan ke gramedia diurungkan. Saya harus kembali secepatnya. Dalam perjalanan pulang, pikiran saya benar-benar was-was. Kemungkinan buruk menghantui saya. Bagaimana jika seseorang masuk ke kamar dan mengambil laptop saya. Karena satu-satunya barang berharga yang mungkin bisa dicuri adalah laptop yang tergeletak begitu saja di atas meja. Oh tidak, saya berdoa sepanjang jalan semoga barang-barang saya diamankan dari pencuri. Saya gak bisa membayangkan jika laptop itu hilang. Nilainya sangat material, di sana tersimpan semua data-data skripsi saya. dan saya tidak punya back up- nya. Saya tidak mau  hasil kerja keras selama enam bulan hilang begitu saja, dan gak sudi buat ngulang dari awal lagi. Jika laptop itu lenyap, tamatlah riwayat saya. Hidup saya pasti hancur untuk beberapa bulan ke depan.

Saya merutuki diri sendiri, kenapa bisa segegabah itu jadi orang. Terkadang saya agak bermasalah dengan perkara ingatan. Saya bisa lupa untuk hal yang sangat beresiko itu. Sialnya, jalanan lumayan macet. Makin lambat saya bisa menyampai kos. Saya hanya berdoa, doa orang berpuasa mungkin dikabulkan oleh Allah. Sesampai di gang menuju kosan, saya gunakan langkah seribu. Kawasan kos sepi. Di depan pintu kamar, saya terpekik bahagia. Kunci masih tergantung ditempatnya. Denga sigap saya buka pintu kamar. Oh, Alhamdulillah, laptop saya masih terletak manis di atas meja. Allah menyelamatkan hidup saya. Tidak akan ada acara meraung-seharian-di-kamar-meratapi-hidup-yang-semakin-suram, seperti yang sempat terlintas dalam pikiran saya.

Oh senangnya, mendapati laptop yang telah sekian lama setia menemati hari-hari saya masih dapat saya miliki. Dia sudah seperti bagian dari hidup saya, benda ajaib yang satu ini sudah membuat saya ketergantungan. “Oh Sayang, aku gak bakal menyia-nyiakan kamu lagi. Aku janji akan menjaga kamu. Sungguh tak bisa dibayangkan betapa sunyinya hidupku tanpa kamu. Baby, I don't want to lose you . ( Saya masih waras untuk tidak mencium dan memeluk “pacar” saya yang satu ini )


0 komentar:

Post a Comment

Copyright @ Miscellaneous Thoughts | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by: best blogger template personal best blogger magazine theme | cheapest vpn for mac cheap vpn with open ports