Aku baru saja mengunjungi salah seorang sahabatku, sudah hampir larut malam namun aku tidak bisa pulang karena di luar hujan lebat mengguyur jalanan. Untungnya tadi aku sudah meminta Jo untuk menjemput dan mengantarku pulang. Sahabatku memintaku untuk menginap saja, namun aku menolak karena besok pagi aku harus presentasi di kelas, karena kesibukanku akhir-akhir ini, aku belum mempersiapkan diri untuk itu. Mau gak mau aku harus pulang malam ini, jika dalam setengan jam hujan tak kunjung reda, aku nekad pulang berhujan-hujanan, asal bisa sampai di kos sesegera mungkin.
Beberapa menit berlalu hujanpun mulai berhenti, hanya gerimis dan rintik-rintik air yang turun. Jo pun kemudian datang setelah ku telepon. Akupun pamit pada sahabatku, dan segera menghampiri Jo.
“Aduh, sorry ya aku ngerepotin kamu.” Aku merasa gak enak sama Jo.
“Enggak apa-apa, aku juga gak lagi ngapa-ngapain kok, lagian udah gak hujan kan,” Jo menjawab enteng.
“Hehe, gak rugi aku kenal kamu,” kataku lagi.
Dia hanya tersenyum. “Yuk!” Jo menyeka jok belakang sepeda motornya yang basah kena hujan.
Dalam beberapa detik aku sudah berada di belakang Jo. Kamipun melaju di keremangan malam melintasi kota yang basah setelah diterpa hujan. Aku lebih banyak diam kerena menahan hawa dingin yang serasa menusuk ke tulang belulang. Aku melipat tangan di dada, mengurangi rasa dingin yang ada.
Jo memperlambat laju sepeda motornya. Buliran hujan terasa membelai wajahku. Hampir setengah perjalanan kami lalui.
Ditengah kebisuan tiba-tiba Jo bersuara.
“Pid!” Dia memanggil namaku, mungkin memastikan aku masih bisa mendengar ucapannya.
“ Iya” Jawabku seketika.
“ Aku suka kamu,“ Ucapannya membuyarkan lamunanku.
“ Hah!?” Aku tahu persis apa yang dikatakannya, tapi karena rasa kagetku, kontan kata itu muncul.
“ Aku bilang, aku suka kamu. Aku mau kita pacaran,” ujar Jo lugas.
Aku tak menduga kata-kata itu yang terlontar dari bibir Jo. Aku tiba-tiba dilanda kebingungan, enggak tahu harus berkata apa. Otakku seperti membeku, tak mampu mencerna kalimat sederhana yang diucapkannya. Hatiku juga ikut-ikutan kaku, tak mampu menerjemahkan perasaan yang muncul ketika aku bersama Jo.
“ Jo, aku…” Ucapanku terhenti. Aku terbata, tak mampu melanjutkan kalimatku.
Sepertinya Jo membaca pikiranku.
“ Kamu eggak perlu jawab sekarang kok, aku bakal nunggu keputusan kamu.”
Sedikit lega mendengar ucapannya barusan. Aku memang butuh waktu untuk untuk mempertimbangkan hal krusial semacam ini. Aku enggak mau ada penyelesan karena salah dalam mengambil keputusan.
Akhirnya, kami tiba di kosku. Wah, gerimis tadi cukup membuat kami kuyup.
“ Makasih banget ya, Jo.”
“ Iya, kalo ada apa-apa kamu bilang aja.”
“ Hmm, aku bakal kabarin kamu secepatnya.”
“ Aku tunggu , apapun itu.”
“ Udah kemalaman nih, aku balik dulu ya.”
“ Oke, bye, Jo.”
Jo memutar sepeda motornya, lalu melesat pergi.
0 comments:
Post a Comment