Bertahun-tahun kau dewasakan hati kecil ini. Meski waktu yang keras telah menatahkan hari. Semandungmu menguatkanku, tanpa pernah menyerah. Membawaku terbang setiap detik menuju hal-hal baru, yang tak bisa ku tumbuhkan dengan tangna dan mataku.
Mungkin aku belum cukup berterimakasih, tapi dalam sanubari engkaulah yang terkasih. Meski keadaan membuatku ragu dan bimbang, tuk katakan betapa kau sungguh sangat berarti.
Saat ini pula kusadari, usiamu yang semakin senja dan gelap yang menjalar di dinding hati. Memaksamu untuk berbaring, tanpa memutuskan do’a untukku. Jemarimu yang semakin kurus, betapa kehadiranku merenggut kebahagiaanmu. Aku minta maaf, bila sampai saat ini aku masih membuatmu menangis, bahwasanya aku bukan lagi anak kecil yang menghabiskan waktu bersamamu. Yang selalu berada di dekatmu untuk kau pandang dengan binary mata penuh haru.
Aku minta maaf, bila sekarang aku tidak bisa lagi bermanja dalam pelukanmu. Meninggalkanmu seiring kedewasaanku, mencari dunia baru. Aku takkan meninggalkanmu, percayalah. Karena tak mungkin sanggup bila bukan karenamu, tangan ini menyambut kabut. Betapa aku mencinyaimu, betapa tak sanggup air mata ini mengganti ikhlasmu.
Kurekan dalam pandang sejenak, segala yang kudapat dari perih hatimu. Tiba-tiba aku merasa malu, tak berhak aku memaksamu memberikan segala kesempurnaan ini. Bila pada akhirnya aku mengecewakanmu, dengan kabar-kabar biru yang pasti meruntuhkan bara semangatmu.
Aku bersyukur menjadi dewasa, sebab tak lagi kuemban dosaku di bahumu. Biarkan apa yang terjadi padaku menjadi satu keniscayaan yang pasti ku genggam, InsyaAllah, tanpa memberatkan senyummu.
Ketika aku mulai jatuh cinta pada seseorang, kutahu engkau takut kehilanganku. Engkau sedih orang yang paling kau cintai kini mencintai orang lain. Kau tahu suatu saat aku akan pergi, tapi tetap saja kau beri aku yang terbaik. Maka terlukislah sebuah pengorbanan yang terperih di bumi. Demi bahagiaku.
Aku berkaca pada air mata, menekuni setiap lekuk wajah, Alis, mata, hidung, mulut, telinga…
Lantas aku mengerti, mengapa bagimu aku adalah keajaiban. Ragaku dan jiwaku adalah engkau yang menyatukan segala harapan. Tapi tetap saja rindu itu hampa, tak mungkin terselesaikan hanya dengan memandang samar bayangmu di wajahku.
Ah, andai aku bisa memelukmu saat ini. Akan kusudahi dambamu untuk kembali mendekapku dalam hangat. Aku ingin mengadu tentang kenyataaan, tentang takdir, tentang kehidupan. Tentangku dan cinta yang lain, selain dirimu dan Tuhan. Tapi biarlah, kupersembahkan saja ia yang belum kembali untuk membahagiakanmu. Sebab melodi detik hanyalah detak yang sekali saja disuarakan.
0 comments:
Post a Comment