Tahun terakhir kuliah menjadi ajang kumpul-kumpul yang lebih intens bagi saya dan teman-tema kuliah. Karena tidak lama lagi masing-masing dari kita mau tidak mau harus meninggalkan kampus tercinta. Dan tentu saja kebersamaan yang telah terjalalin hampir empat tahun akan segera usai. Sekarang aja udah ada dari beberapa teman seangkatan yang wisuda, walaupun gak banyak sih, tapi tetap membuktikan bahwa dari angkatan kita tetap ada yang melejit, tamat dengan predikat summa cum laude. Bahkan ada beberapa orang teman yang sudah punya kursi di dunia kerja, meskipun mereka belum tamat. Mereka berhasil menaklukkan tes masuk Price Waterhaouse Coopers (PWC), salah satu dari empat kantor akuntan publik terbesar di dunia. Keberuntungan-keberuntungan yang menjadi idaman setiap mahasiswa dimana pun, termasuk saya.
Dulu, waktu baru masuk kuliah, target saya adalah menamatkan studi secepat mungkin dengan IPK setinggi mungkin alias jadi mahasiswa summa cum laude saat lulus nanti. Namun setelah saya mencemplungkan diri di dunia perkuliahan, lambat laun target itu makin pudar. Impian yang rasanya sulit untuk direngkuh bagi orang yang serba pas-pasan seperti saya. Harapan yang mulai dilupakan seiring perjalanan berliku saya di jurusan yang penuh aral. (Halah!)
Perlahan, visi dan misipun kembali diatur ulang, dengan level target yang sedikit ditarik ke bawah. Sekarang yang dipikirkan adalah bagaimana bisa segera lulus dengan target IPK masing-masing. Saya nikmati saja masa-masa kuliah dengan sejuta pengalaman yang tak mungkin terulang. Karena bangku kuliah adalah sarana untuk menggali ilmu dan proses pembelajaran hidup, makin lama di kampus makin banyak pula ilmu dan pembelajaran hidup yang diperoleh. Persetan dengan summa cum laude.
Untungnya saya tidak seorang diri, banyak teman saya yang bernasip serupa. Di tengah kesibukan ala mahasiswa semester akhir, kami memanfaatkan waktu luang untuk bersantai sejenak. Melupakan sekelumit tetek bengek yang berhunbungan dengan kuliah. Sedikit menarik diri tugas kuliah yang menumpuk, deadline ujian, skripsi yang makin mendesak, dan ujian komprehensif yang sudah di depan mata Nongkrong bareng jadi pilihan tepat untuk mengendurkan urat syaraf. Membuat otak dan otot relaks .
Memegang status sebagai mahasiswa tingkat akhir, tidaklah mudah. Seperti menahan beban berat di pundak. Apalagi jika waktu kuliah molor alias penundaan wisuda. Pertanyaan-pertanyaan sensitif yang kadang menohok makin gencar dilontarkan orang-orang sekitar. Kapan wisuda? Pertanyaan seperti ini cukup dijawab- InsyaAllah secepatnya, sambil menyunggingkan secarik senyuman getir. Berbagai alasan sudah disiapkan untuk menangkis kicauan orang-orang yang selalu menyinggungdan mempermasalahkan kenapa saya belum tamat sedangkan beberapa orang teman seangkatan sudah pada lulus bahkan ada yang sudah bekerja. Si XX udah wisuda, kok kamu belum? Hmmm, bagaimana ya cara menjelaskannya. Jadi gini, setiap universitas, fakultas, bahkan jurusan memiliki prosedur dan kebijakan yang berbeda, tentu saja untuk kelulusan masing-masing kita akan mengalami proses yang berbeda. Kalau orang lain yang memperdebatkan masalah ini sih gak masalah, toh gak ada pertanggunganjawaban apa-apa sama mereka. Orangtualah yang membuat saya merasa bersalah jika tidak segera memenuhi harapan mereka. Walaupun kepala cekat cekot dan hati cenat cenut karena harus jungkir balik di arena ajang peraihan gelar sarjana ini, tidak membuat semangat saya luntur. I’ll make you proud of me, no matter what!
Memegang status sebagai mahasiswa tingkat akhir, tidaklah mudah. Seperti menahan beban berat di pundak. Apalagi jika waktu kuliah molor alias penundaan wisuda. Pertanyaan-pertanyaan sensitif yang kadang menohok makin gencar dilontarkan orang-orang sekitar. Kapan wisuda? Pertanyaan seperti ini cukup dijawab- InsyaAllah secepatnya, sambil menyunggingkan secarik senyuman getir. Berbagai alasan sudah disiapkan untuk menangkis kicauan orang-orang yang selalu menyinggungdan mempermasalahkan kenapa saya belum tamat sedangkan beberapa orang teman seangkatan sudah pada lulus bahkan ada yang sudah bekerja. Si XX udah wisuda, kok kamu belum? Hmmm, bagaimana ya cara menjelaskannya. Jadi gini, setiap universitas, fakultas, bahkan jurusan memiliki prosedur dan kebijakan yang berbeda, tentu saja untuk kelulusan masing-masing kita akan mengalami proses yang berbeda. Kalau orang lain yang memperdebatkan masalah ini sih gak masalah, toh gak ada pertanggunganjawaban apa-apa sama mereka. Orangtualah yang membuat saya merasa bersalah jika tidak segera memenuhi harapan mereka. Walaupun kepala cekat cekot dan hati cenat cenut karena harus jungkir balik di arena ajang peraihan gelar sarjana ini, tidak membuat semangat saya luntur. I’ll make you proud of me, no matter what!
0 comments:
Post a Comment