Bukan Katak Dalam Tempurung

Picture from here
Membaca bukan hanya kegemaran yang saya minati, tapi bagi saya membaca merupakan sebuah kesenangan hidup bahkan sebuah kebutuhan jiwa yang mesti terpenuhi. Walaupun kadang saya tidak paham dengan apa yang tengah saya baca, setidaknya saya mengetahui hal yang baru. Banyak informasi yang dapat saya peroleh dari aktivitas ini. Membaca saya jadikan sebagai terapi diri, penghibur dikala sepi, dan menuntaskan rasa keingintahuan saya yang cukup tinggi.

Hobi ini sudah ada semenjak saya kecil. Di umur empat tahun, saya mulai bisa merangkai huruf,   membaca dan menuliskan kata-kata. Saya membaca kata apapun yang tertera. Koran, majalah, buku, papan reklame, semuanya saya baca. Tentu saja kala itu saya belum memahami maksud dari rangkaian kalimat yang saya baca. Kadang saya meminta bantuan ayah atau ibu untuk menjelaskan bacaan saya, dengan sabar beliau menerangkan pada saya dengan bahasa yang sederhana.

Ketika memasuki bangku sekolah dasar, ibu mulai membelikan saya majalah. Sambil berbelanja ke pasar setiap minggunya, ibu tidak pernah lupa membeli majalah atau buku cerita dari lapak buku yang cuma ada satu-satunya di pasar tradisional itu. Saya sangat antusias menyambut kepulangan ibu, meskipun  hanya dibelikan sebuah majalah Bobo bekas. Saya tidak mempermasalahkan majalah itu baru atau bekas, yang penting saya bisa menikmati isinya. Kadang ibu membelikan saya komik, novel, atu buku cerita anak-anak lainnya. Memang dari dulu saya penikmat dongeng dan cerita fiksi.

Saya sangat mencintai benda yang namanya buku. Benda ajaib inilah yang telah banyak mengenalkan saya dengan dunia luar, membuat ketidaktahuan saya menjadi berkurang. Buku adalah jendela dunia, bukan hanya slogan belaka. Buku memuat segala informasi tentang apapun. Saya tidak ingin seperti katak dalam tempurung, bukulah sebagai sarana bagi saya untuk mengetahui apa yang ada di luar jangkauan saya. Buku adalah salah satu sumber ilmu pengetahuan yang berharga.

Karena keterbatasan biaya, saya tidak memiliki banyak buku. Saya hanya mampu membeli buku dari pasar loak, atau ketika ada diskon ditoko buku. Namun hal itu bukanlah hambatan bagi saya untuk terus membaca. Saat ini sudah banyak perpustakaan dan tempat penyewaan buku bertebaran, lagian dengan semakin canggihnya teknologi, buku-buku gratis semakin marak di internet. Sayang sekali rasanya menyia-nyiakan kesempatan ini.

Harapan saya suatu saat kelak adalah bisa memilki sebuah perpustakaan pribadi, punya ratusan buku yang bisa saya nikmati setiap saat. Dulu waktu esde saya pernah membuat sebuah perpustakaan mini, saya kumpulkan semua koleksi buku yang saya punya. Walau tidak seberapa, lumayan untuk sebuah tempat bacaan kecil. Saya ajak teman-teman untuk meramaikan perpustakaan saya, bagi yang ingin membaca di tempat, dipersilahkan tanpa dipungut biaya. Sedangkan bagi yang ingin meminjam untuk dibawa pulang, dikenakan biaya per buku. Awalnya sistem penyewaan ini berjalan lancar, namun lama kelamaan semakin banyak buku saya yang hilang dan tidak kembali. Kadang saya harus menjemput ke rumah yang meminjam. Bahkan kondisi buku saya menyedihkan saat dikembalikan. Ada yang robek,  kena coretan, kena tumpahan air, buku saya rusak. Frustasi dengan kondisi mental teman-teman saya, akhirnya perpustakaan saya tutup. Bisa rugi saya jika terus dibiarkan, uang sewa tak dibayar, bukupun melayang. Saya nikmati saya pustaka sendiri, jika ada teman yang meminjam buku, harus dengan cara barter. Dengan menggunakan azas mutualisme ini dirasa  lebih baik, saya trauma meminjamkan dengan cuma-cuma. Banyak buku saya yang tidak kembali.    

Saya pikir berteman dengan buku itu menyenangkan. Saya bisa betah berlama-lama mendekam di kamar sekedar menyelesaikan novel dengan ratusan halaman. Berbagai jenis buku ingin saya lahap, termasuk textbook kuliah, saya berusaha untuk menyenanginya, meskipun harus sabar untuk membaca berulang-ulang. Bahasa yang tinggi dan rangkaian kalimat yang sulit dicerna, membuat saya cepat bosan. Tapi demi ilmu saya berusahaa untuk memahaminya.  

Membaca bukan sekedar kegemaran, namun sebuah kewajiban yang sebenarnya harus dilakukan. Ayat dalam Al-quran yang pertama kali turun adalah perintah membaca. Bagaimana mempertinggi ilmu jika tidak membaca. Karena salah satu suatu ibadah diterima adalah dengan mengerti akan ilmunya.

0 comments:

Post a Comment

2011/05/31

Bukan Katak Dalam Tempurung

Picture from here
Membaca bukan hanya kegemaran yang saya minati, tapi bagi saya membaca merupakan sebuah kesenangan hidup bahkan sebuah kebutuhan jiwa yang mesti terpenuhi. Walaupun kadang saya tidak paham dengan apa yang tengah saya baca, setidaknya saya mengetahui hal yang baru. Banyak informasi yang dapat saya peroleh dari aktivitas ini. Membaca saya jadikan sebagai terapi diri, penghibur dikala sepi, dan menuntaskan rasa keingintahuan saya yang cukup tinggi.

Hobi ini sudah ada semenjak saya kecil. Di umur empat tahun, saya mulai bisa merangkai huruf,   membaca dan menuliskan kata-kata. Saya membaca kata apapun yang tertera. Koran, majalah, buku, papan reklame, semuanya saya baca. Tentu saja kala itu saya belum memahami maksud dari rangkaian kalimat yang saya baca. Kadang saya meminta bantuan ayah atau ibu untuk menjelaskan bacaan saya, dengan sabar beliau menerangkan pada saya dengan bahasa yang sederhana.

Ketika memasuki bangku sekolah dasar, ibu mulai membelikan saya majalah. Sambil berbelanja ke pasar setiap minggunya, ibu tidak pernah lupa membeli majalah atau buku cerita dari lapak buku yang cuma ada satu-satunya di pasar tradisional itu. Saya sangat antusias menyambut kepulangan ibu, meskipun  hanya dibelikan sebuah majalah Bobo bekas. Saya tidak mempermasalahkan majalah itu baru atau bekas, yang penting saya bisa menikmati isinya. Kadang ibu membelikan saya komik, novel, atu buku cerita anak-anak lainnya. Memang dari dulu saya penikmat dongeng dan cerita fiksi.

Saya sangat mencintai benda yang namanya buku. Benda ajaib inilah yang telah banyak mengenalkan saya dengan dunia luar, membuat ketidaktahuan saya menjadi berkurang. Buku adalah jendela dunia, bukan hanya slogan belaka. Buku memuat segala informasi tentang apapun. Saya tidak ingin seperti katak dalam tempurung, bukulah sebagai sarana bagi saya untuk mengetahui apa yang ada di luar jangkauan saya. Buku adalah salah satu sumber ilmu pengetahuan yang berharga.

Karena keterbatasan biaya, saya tidak memiliki banyak buku. Saya hanya mampu membeli buku dari pasar loak, atau ketika ada diskon ditoko buku. Namun hal itu bukanlah hambatan bagi saya untuk terus membaca. Saat ini sudah banyak perpustakaan dan tempat penyewaan buku bertebaran, lagian dengan semakin canggihnya teknologi, buku-buku gratis semakin marak di internet. Sayang sekali rasanya menyia-nyiakan kesempatan ini.

Harapan saya suatu saat kelak adalah bisa memilki sebuah perpustakaan pribadi, punya ratusan buku yang bisa saya nikmati setiap saat. Dulu waktu esde saya pernah membuat sebuah perpustakaan mini, saya kumpulkan semua koleksi buku yang saya punya. Walau tidak seberapa, lumayan untuk sebuah tempat bacaan kecil. Saya ajak teman-teman untuk meramaikan perpustakaan saya, bagi yang ingin membaca di tempat, dipersilahkan tanpa dipungut biaya. Sedangkan bagi yang ingin meminjam untuk dibawa pulang, dikenakan biaya per buku. Awalnya sistem penyewaan ini berjalan lancar, namun lama kelamaan semakin banyak buku saya yang hilang dan tidak kembali. Kadang saya harus menjemput ke rumah yang meminjam. Bahkan kondisi buku saya menyedihkan saat dikembalikan. Ada yang robek,  kena coretan, kena tumpahan air, buku saya rusak. Frustasi dengan kondisi mental teman-teman saya, akhirnya perpustakaan saya tutup. Bisa rugi saya jika terus dibiarkan, uang sewa tak dibayar, bukupun melayang. Saya nikmati saya pustaka sendiri, jika ada teman yang meminjam buku, harus dengan cara barter. Dengan menggunakan azas mutualisme ini dirasa  lebih baik, saya trauma meminjamkan dengan cuma-cuma. Banyak buku saya yang tidak kembali.    

Saya pikir berteman dengan buku itu menyenangkan. Saya bisa betah berlama-lama mendekam di kamar sekedar menyelesaikan novel dengan ratusan halaman. Berbagai jenis buku ingin saya lahap, termasuk textbook kuliah, saya berusaha untuk menyenanginya, meskipun harus sabar untuk membaca berulang-ulang. Bahasa yang tinggi dan rangkaian kalimat yang sulit dicerna, membuat saya cepat bosan. Tapi demi ilmu saya berusahaa untuk memahaminya.  

Membaca bukan sekedar kegemaran, namun sebuah kewajiban yang sebenarnya harus dilakukan. Ayat dalam Al-quran yang pertama kali turun adalah perintah membaca. Bagaimana mempertinggi ilmu jika tidak membaca. Karena salah satu suatu ibadah diterima adalah dengan mengerti akan ilmunya.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright @ Miscellaneous Thoughts | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by: best blogger template personal best blogger magazine theme | cheapest vpn for mac cheap vpn with open ports