Kutukan Takdir

Seorang ibu mengeluhkan biaya hidup semakin mahal. Bahan bakar naik, harga keperluan harian turut melonjak, cabai pun meroket, dan beras pun kena getahnya . Pusing kepalanya tiap hari memikirkan bagaimana membelanjakan uang dari suami agar dapur bisa tetap ngepul.  Kalau tidak pandai-pandai menyiasati, bisa tidak makan anaknya yang berdelapan. Kemarin si bungsu sakit, untung ada obat gratis dari puskesmas, kalau tidak entah apa yang akan terjadi pada anaknya yang saban hari mencretnya tak kunjung berhenti. Namun karena letak rumahnya begitu jauh dari puskesmas, terpaksalah uang beli beras terpakai buat ongkos ojek.  Untung sisa beras miskin bulan lalu masih ada, menyelamatkan ia dan anak-anaknya dari kelaparan untuk sehari. Besok sepertinya harus pinjam beras tetangga lagi, kalau tidak cukup terpakasa manfaat singkong di kebun belakang rumah sekedar pengganjal perut, sebab sudah seminggu suaminya tidak dapat jatah kerja. Sedangkan beras miskin tak akan bisa dibawa pulang tanpa uang. Walaupun bersubsidi yang namanya beras murah pun tetap harus dibayar. Selalu seperti itu,  kemelaratan enggan beranjak, seperti kutukan yang melekat pada takdir.  Bahkan menggerogoti raganya hingga tinggal kulit pembalut tulang. 

0 comments:

Post a Comment

2011/06/21

Kutukan Takdir

Seorang ibu mengeluhkan biaya hidup semakin mahal. Bahan bakar naik, harga keperluan harian turut melonjak, cabai pun meroket, dan beras pun kena getahnya . Pusing kepalanya tiap hari memikirkan bagaimana membelanjakan uang dari suami agar dapur bisa tetap ngepul.  Kalau tidak pandai-pandai menyiasati, bisa tidak makan anaknya yang berdelapan. Kemarin si bungsu sakit, untung ada obat gratis dari puskesmas, kalau tidak entah apa yang akan terjadi pada anaknya yang saban hari mencretnya tak kunjung berhenti. Namun karena letak rumahnya begitu jauh dari puskesmas, terpaksalah uang beli beras terpakai buat ongkos ojek.  Untung sisa beras miskin bulan lalu masih ada, menyelamatkan ia dan anak-anaknya dari kelaparan untuk sehari. Besok sepertinya harus pinjam beras tetangga lagi, kalau tidak cukup terpakasa manfaat singkong di kebun belakang rumah sekedar pengganjal perut, sebab sudah seminggu suaminya tidak dapat jatah kerja. Sedangkan beras miskin tak akan bisa dibawa pulang tanpa uang. Walaupun bersubsidi yang namanya beras murah pun tetap harus dibayar. Selalu seperti itu,  kemelaratan enggan beranjak, seperti kutukan yang melekat pada takdir.  Bahkan menggerogoti raganya hingga tinggal kulit pembalut tulang. 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright @ Miscellaneous Thoughts | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by: best blogger template personal best blogger magazine theme | cheapest vpn for mac cheap vpn with open ports