Tanda Orang Berakal

Tanda orang berakal, luas pemandangannya kepada barang yang akan menyakiti atau akan menyenangkan. Tahu memilih perkara yang memberi manfaat dan menjauhi yang akan menyakiti. Dia memilih mana yang lebih kekal walaupun sulit jalannya daripada yang mudah didapat padahal rapuh. Sebab itu mereka pandang keutamaan akhirat, lebih daripada keutamaan dunia. Lebih mereka utamakan kegembiraan kesopanan daripada kegembiraan hawa nafsu. Mereka menimbang biarlah susah menempuh perkara yang sulit asal akibatnya baik, daripada perkara yang mudah tetapi akibatnya buruk. Mereka tetap mengharap dan tetapa takut. Tetapi tidaklah ketakutannya itu terhadap perkara yang bukan-bukan, tidak pula harapannya itu kepada hal yang tidak-tidak. Pemandangannya luas, ditimbangnya sebelum dikerjakannya. Sebab mengharap keutamaan dengan tidak mempergunankan pemandangan adalah pekerjaan sia-sia.

Orang berakal selalu menaksir harga dirinya. Menaksir harga diri ialah dengan menilik hari-hari yang telah dilalui, adakah dipergunakan kepada perbuatan-perbuatan yang utama, dan hari yang masih tinggal kemana pula akan dipergunakan. Karena mahal atau murah harga diri, baik waktu hidup, apalagi setelah mati, ialah menurut jasa yang telah diperbuat pada setiap hari yang dilalui itu. Oleh sebab itu dilihatnya tahun berganti, bulan bersilih, dan haru berlalu. Dihitungnya baik-baik kemanakah dia telah pergi, apakah berkas kerjanyabuat kemaslahatan dirinya sekurang-kurangnya, atau kemaslahatan kepada masyarakatnya.

Yang kedua, orang berakal itu selau berbantah dengan dengan dirinya. Sebab semata-mata diri saja selalu mendorong kepada kejahatan. Segala kesalahannya yang lampau tidak hendak dibelanya dan dia menggantung pengharapan kepada perkara-perkara yang akan datang.

Yang ketiga, orang berakal itu selalu menghukum dirinya. Kalau diri itu bermaksud menempuh yang jahat, dihukumnya bahwa kejahatan itu berbahaya, merugikan, dan mencelakakan. Dan kalau diri itu mengingat-ingat yang baik, dihukumkan bahwa kebaikan itu menguntungkan, membawa kemenangan dan memberi laba. Lantaran hukuman yang demikian , mudahlah diri mengingat yang baik-baik itu dan buah hasilnya, sehingga mudah menunjukkan kesana. Dan bila akan menghadap kejahatan itu mudah pula ia mengingat bahaya dan celakanya, gemetar badannya, dan timbul takutnya akan melampaui batas itu.

Orany yang berakal mengingat sifat-sifat kekurangannya. Kalau perlu dituliskannya di dalam suatu peringatan sehari-hari. Baik kekurangan pada agama, atau pada akhlak dan kesopanan. Peringatan itu diulang-ulangnya dan buku itu kerap kali dilihatnya untuk direnungi dan diikhtiarkan mengangsur-angsur mengubah segala kekurangannya itu. Baik dalam berhari atau berbulan, atau bermusim sekalipun. Kalau perlu bila telah dapat satu macam sifat kekurangan  itu diubah, dicoretnya dari catatan tadi dengan tinta merah. Setelah dicoret digembirakannya hatinya, sebab telah menang didalam suatu perjuangan yang amat hebat. Dan dipandangnya pula dengan hati iba dan sedih segala sisa-sisa yang masih yang masih ketinggalan. Dan dia tidak berhenti berusaha.

Dilihatnya kebaikan budi perkerti orang lain. Dipujinya di dalam hati sendiri dan ditimbulkannya cita-cita hendak meniru, seraya diangsurnya pula meneladan dari selangkah keselangkah.

Kalau hendak mencari teman, handai tolan dan sahabat, orang yang berakal memilih orang yang memiliki kelebuhan baik dalam perkara agama atau ilmu atau budi kesopanan. Atau dicarinya teman yang sama tingkatan supaya kuat menguatkan. Karena budi pekerti yang baik dan adat yang terpuji tidaklah subur tumbuhnya didalam diri kalau tidak bertolong-tolongan menggembirakan dengan tolan. Tidak ada karib atau kerabat yang lebih setiadaripada seorang teman yang menyokong dan membantu membesarkan hati dan memberanikan kita didalam memempuh suatu perbuatan baik. Hati kita yang tadinya kurang kuat mrnjadi kuat dan bertambah kuat karena digosok kawan. Budiman mengelurkan pepatah bahwasanya berkawan dengan orang yang tidak berilmu, tetapi hidup didalam kalangan orang-orang yang berilmu, lebih baik daripada berkawan dengan orang-orang yang berilmu tetapi hidup didalam kalangan orang-orang yang bodoh. 

Hamka. Falsafah Hidup.

0 comments:

Post a Comment

2015/05/01

Tanda Orang Berakal

Tanda orang berakal, luas pemandangannya kepada barang yang akan menyakiti atau akan menyenangkan. Tahu memilih perkara yang memberi manfaat dan menjauhi yang akan menyakiti. Dia memilih mana yang lebih kekal walaupun sulit jalannya daripada yang mudah didapat padahal rapuh. Sebab itu mereka pandang keutamaan akhirat, lebih daripada keutamaan dunia. Lebih mereka utamakan kegembiraan kesopanan daripada kegembiraan hawa nafsu. Mereka menimbang biarlah susah menempuh perkara yang sulit asal akibatnya baik, daripada perkara yang mudah tetapi akibatnya buruk. Mereka tetap mengharap dan tetapa takut. Tetapi tidaklah ketakutannya itu terhadap perkara yang bukan-bukan, tidak pula harapannya itu kepada hal yang tidak-tidak. Pemandangannya luas, ditimbangnya sebelum dikerjakannya. Sebab mengharap keutamaan dengan tidak mempergunankan pemandangan adalah pekerjaan sia-sia.

Orang berakal selalu menaksir harga dirinya. Menaksir harga diri ialah dengan menilik hari-hari yang telah dilalui, adakah dipergunakan kepada perbuatan-perbuatan yang utama, dan hari yang masih tinggal kemana pula akan dipergunakan. Karena mahal atau murah harga diri, baik waktu hidup, apalagi setelah mati, ialah menurut jasa yang telah diperbuat pada setiap hari yang dilalui itu. Oleh sebab itu dilihatnya tahun berganti, bulan bersilih, dan haru berlalu. Dihitungnya baik-baik kemanakah dia telah pergi, apakah berkas kerjanyabuat kemaslahatan dirinya sekurang-kurangnya, atau kemaslahatan kepada masyarakatnya.

Yang kedua, orang berakal itu selau berbantah dengan dengan dirinya. Sebab semata-mata diri saja selalu mendorong kepada kejahatan. Segala kesalahannya yang lampau tidak hendak dibelanya dan dia menggantung pengharapan kepada perkara-perkara yang akan datang.

Yang ketiga, orang berakal itu selalu menghukum dirinya. Kalau diri itu bermaksud menempuh yang jahat, dihukumnya bahwa kejahatan itu berbahaya, merugikan, dan mencelakakan. Dan kalau diri itu mengingat-ingat yang baik, dihukumkan bahwa kebaikan itu menguntungkan, membawa kemenangan dan memberi laba. Lantaran hukuman yang demikian , mudahlah diri mengingat yang baik-baik itu dan buah hasilnya, sehingga mudah menunjukkan kesana. Dan bila akan menghadap kejahatan itu mudah pula ia mengingat bahaya dan celakanya, gemetar badannya, dan timbul takutnya akan melampaui batas itu.

Orany yang berakal mengingat sifat-sifat kekurangannya. Kalau perlu dituliskannya di dalam suatu peringatan sehari-hari. Baik kekurangan pada agama, atau pada akhlak dan kesopanan. Peringatan itu diulang-ulangnya dan buku itu kerap kali dilihatnya untuk direnungi dan diikhtiarkan mengangsur-angsur mengubah segala kekurangannya itu. Baik dalam berhari atau berbulan, atau bermusim sekalipun. Kalau perlu bila telah dapat satu macam sifat kekurangan  itu diubah, dicoretnya dari catatan tadi dengan tinta merah. Setelah dicoret digembirakannya hatinya, sebab telah menang didalam suatu perjuangan yang amat hebat. Dan dipandangnya pula dengan hati iba dan sedih segala sisa-sisa yang masih yang masih ketinggalan. Dan dia tidak berhenti berusaha.

Dilihatnya kebaikan budi perkerti orang lain. Dipujinya di dalam hati sendiri dan ditimbulkannya cita-cita hendak meniru, seraya diangsurnya pula meneladan dari selangkah keselangkah.

Kalau hendak mencari teman, handai tolan dan sahabat, orang yang berakal memilih orang yang memiliki kelebuhan baik dalam perkara agama atau ilmu atau budi kesopanan. Atau dicarinya teman yang sama tingkatan supaya kuat menguatkan. Karena budi pekerti yang baik dan adat yang terpuji tidaklah subur tumbuhnya didalam diri kalau tidak bertolong-tolongan menggembirakan dengan tolan. Tidak ada karib atau kerabat yang lebih setiadaripada seorang teman yang menyokong dan membantu membesarkan hati dan memberanikan kita didalam memempuh suatu perbuatan baik. Hati kita yang tadinya kurang kuat mrnjadi kuat dan bertambah kuat karena digosok kawan. Budiman mengelurkan pepatah bahwasanya berkawan dengan orang yang tidak berilmu, tetapi hidup didalam kalangan orang-orang yang berilmu, lebih baik daripada berkawan dengan orang-orang yang berilmu tetapi hidup didalam kalangan orang-orang yang bodoh. 

Hamka. Falsafah Hidup.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright @ Miscellaneous Thoughts | Floral Day theme designed by SimplyWP | Bloggerized by GirlyBlogger | Distributed by: best blogger template personal best blogger magazine theme | cheapest vpn for mac cheap vpn with open ports