“ Lelaki itu lebih pantas kau panggil bapak, bahkan ia lebih tua dari ayahmu.” Begitu kata yang terlontar dari mulut ibu saat aku mengutarakaan niat untuk menikahi bang Jamil. Kekasihku.
“ Kami saling mencintai.”
“ Tak cukup hanya cinta, Yus. Cinta tak dapat mengganjal perutmu.”
“ Aku telah memikirkan semua risikonya, Bu. Aku ingin menikah.”
“ Riwayat pernikahannya sangat buruk. Tidakkah kau bercermin pada tiga orang perempuan yang telah gagal bertahan sebagai istrinya?”
Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya. Menatapku dengan pandangan sinis.
“ Entah apa pesona laki-laki tua ini di matamu, Yus? Dia hanya supir truk, tentu kau sudah paham bagaimana citra supir truk di kampung kita. Hidup bergelimang maksiat.”
Aku hanya bergeming. Tertunduk. Tak sanggup menatap wajah ibu.
“ Tidak, Yus. Aku tak sudi anak gadisku satu-satunya menikah dengan duda tua dan melarat. Kalau kau memang sudah tidak tahan untuk menikah, biar kucarikan laki-laki yang lebih pantas untukmu.”
Tangisanku pecah, bendungan yang kutahan dengan kelopak mata jebol seketika.
“ Aku sedang mengandung anaknya.”
Teruntuk perempuan, berpandai-pandailah memilih pendamping hidup.
Pandaisikek, 31 maret 2011
1 comments:
Wah... wah... ini cerita yang banyak terjadi di dunia nyata. Sedih juga orang tua yang punya anak gadis seperti itu.
Post a Comment