Belakangan ini aku dan teman-teman seangkatan disibukkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan KKN. Waktu keberangkatan sudah dekat, tinggal beberapa hari lagi. Sejak pembagian lokasi dan kelompok, aktivitas pra KKN mulai gencar dilaksanakan. Mulai dari pertemuan dengan anggota kelompok dan dosen pembimbing, penyerahan mahasiswa KKN ke gubernur, survey lokasi, pembahasan program yang akan dijalankan di masyarakat, sampai pada rapat pembahasan mengenai hal-hal teknis di lapangan nanti.
Pembekalan KKN sebenarnya sudah mulai dilaksanakan sejak awal perkuliahan semester lalu, namun auranya baru terasa beberapa minggu belakangan setelah adanya pembagian lokasi penempatan. Semuanya telah di atur deangan sedemikian rupa, sehingga masing-masing lokasi dan kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa yang berbeda fakultas. Di si kita disuguhi dengan hal-hal baru. Kita bekerja sama dengan teman-teman baru, akan bertemu dengan orang-orang baru dilapangan nanti, dan tentunya daerah baru yang akan kita tempati. Sehingga dituntut pendekatan dan penyesuaian diri yang baik agar bisa melebur dengan aktivitas dan orang-orang baru tersebut.
Pertama kali pengumuman pembagian lokasi di dikeluarkan olh pihak universitas, reaksi berbeda-berbeda muncul dari masing-masing mahasiswa. Ada yang bahagia karena dapat lokasi dekat dan tidak pada daerah yang terisolir. Aku heran, ternyata beberapa daerah di kota Padang termasuk dalam daftar daerah tujuan KKN. Masa iya, hari gini masih ada daerah terisolir di ibu kota propinsi? Setelah aku tanyakan ke teman-teman yang asli Padang, ternyata masih ada daerah perkampunagan yang patut dikunjungi mahasiswa KKN. Namun ada juga yang komplain ketika dirinya harus tetap tinggal di kota Padang sementara teman-temannya akan melanglang buana ke pelosok desa nun jauh di sana. Kebanyakan uring-uringan karena mereka akan menghabiskan waktu selama dua bulan di daerah terpencil. Berdasarkan cerita dari pengalaman senior tahun lalu, ada beberapa daerah yang sangat terisolir dan masih primitif. Jangankan ada sinyal hp, listrik pun belum menyentuh kawasan itu. Gak kebayang gimana hidup tanpa listrik.
KKN memang momok yang mengerikan bagi kebanyakan mahasiswa. Mendegar kata KKN pasti yang terbayang di pikiran mahasiswa hal-hal yang menakutkan. Terisolir, jauh dari keramaian, gak ada listrik, gak ada sinyal hp, mandi di sungai, dan buang air di empang. Bagi yang sudah terbiasa dengan cara hidup ala kota, tentu sangat sulit meninggalkan kebiasaan hidup yang serba mudah dan beralih ke kehidupan yang masih terbelakang. Buat kamu yang punya hobi internetan, simpan dulu deh keinginan untuk update status di jejaring social maupun berinteraksi di dunia maya. Menurut pengalaman, untuk mendapatkan sinyal telepon aja harus nyari tempat yang tinggi. Gak rela kan bela-belain nangkring di atap, cuma buat update status facebook. Kemudian, hal yang paling penting lagi dan tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita yaitu MCK. Beberapa desa tidak memiliki tempat MCK di tiap-tiap rumah penduduknya, sehingga mereka membangun MCK umum, bahkan di daerah yang dialiri sungai menjadikan sungai itu sebagai tempat aktivitas MCK warga. Sangat tidak cocok bagi kamu yang terbiasa memiliki ruang pribadi untuk masalah MCK, karena bisa dijamin privacy akan sangat terganggu.
Membayangkan hal-hal yang merepotkan itu membuat mahasiswa enggan untuk terjun ke lapangan mengikuti KKN. Banyak dari mereka yang berpikir bahwa KKN itu tidak perlu, karena tidak semua jurusan yang relevan dengan pelaksanaan KKN. Misalnya mahasiswa fakultas ekonomi lebih memilih magang daripada KKN, karena ilmu mereka memang cocok langsung di aplikasikan pada perusahaan. KKN lebih cocok untuk mahasiswa Fakultas pertanian dan peternakan, sebab mata perncarian masyarakat pedesaan pada umumnya adalah bertani dan beternak. Namun sebenarnya semua ilmu di universitas dapat diterapkan dalam KKN, namun dengan pendekatan dan sasaran yang berbeda-beda. Program KKN tidak akan dirancang oleh universitas jika tidak ada manfaatnya. Sebagai mahasiswa sudah seharusnya mengabdi kepada masyarakat, membagi ilmu yang mereka timba selama di perguruan tinggi.
Pembekalan KKN sebenarnya sudah mulai dilaksanakan sejak awal perkuliahan semester lalu, namun auranya baru terasa beberapa minggu belakangan setelah adanya pembagian lokasi penempatan. Semuanya telah di atur deangan sedemikian rupa, sehingga masing-masing lokasi dan kelompok terdiri dari lima orang mahasiswa yang berbeda fakultas. Di si kita disuguhi dengan hal-hal baru. Kita bekerja sama dengan teman-teman baru, akan bertemu dengan orang-orang baru dilapangan nanti, dan tentunya daerah baru yang akan kita tempati. Sehingga dituntut pendekatan dan penyesuaian diri yang baik agar bisa melebur dengan aktivitas dan orang-orang baru tersebut.
Pertama kali pengumuman pembagian lokasi di dikeluarkan olh pihak universitas, reaksi berbeda-berbeda muncul dari masing-masing mahasiswa. Ada yang bahagia karena dapat lokasi dekat dan tidak pada daerah yang terisolir. Aku heran, ternyata beberapa daerah di kota Padang termasuk dalam daftar daerah tujuan KKN. Masa iya, hari gini masih ada daerah terisolir di ibu kota propinsi? Setelah aku tanyakan ke teman-teman yang asli Padang, ternyata masih ada daerah perkampunagan yang patut dikunjungi mahasiswa KKN. Namun ada juga yang komplain ketika dirinya harus tetap tinggal di kota Padang sementara teman-temannya akan melanglang buana ke pelosok desa nun jauh di sana. Kebanyakan uring-uringan karena mereka akan menghabiskan waktu selama dua bulan di daerah terpencil. Berdasarkan cerita dari pengalaman senior tahun lalu, ada beberapa daerah yang sangat terisolir dan masih primitif. Jangankan ada sinyal hp, listrik pun belum menyentuh kawasan itu. Gak kebayang gimana hidup tanpa listrik.
KKN memang momok yang mengerikan bagi kebanyakan mahasiswa. Mendegar kata KKN pasti yang terbayang di pikiran mahasiswa hal-hal yang menakutkan. Terisolir, jauh dari keramaian, gak ada listrik, gak ada sinyal hp, mandi di sungai, dan buang air di empang. Bagi yang sudah terbiasa dengan cara hidup ala kota, tentu sangat sulit meninggalkan kebiasaan hidup yang serba mudah dan beralih ke kehidupan yang masih terbelakang. Buat kamu yang punya hobi internetan, simpan dulu deh keinginan untuk update status di jejaring social maupun berinteraksi di dunia maya. Menurut pengalaman, untuk mendapatkan sinyal telepon aja harus nyari tempat yang tinggi. Gak rela kan bela-belain nangkring di atap, cuma buat update status facebook. Kemudian, hal yang paling penting lagi dan tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita yaitu MCK. Beberapa desa tidak memiliki tempat MCK di tiap-tiap rumah penduduknya, sehingga mereka membangun MCK umum, bahkan di daerah yang dialiri sungai menjadikan sungai itu sebagai tempat aktivitas MCK warga. Sangat tidak cocok bagi kamu yang terbiasa memiliki ruang pribadi untuk masalah MCK, karena bisa dijamin privacy akan sangat terganggu.
Membayangkan hal-hal yang merepotkan itu membuat mahasiswa enggan untuk terjun ke lapangan mengikuti KKN. Banyak dari mereka yang berpikir bahwa KKN itu tidak perlu, karena tidak semua jurusan yang relevan dengan pelaksanaan KKN. Misalnya mahasiswa fakultas ekonomi lebih memilih magang daripada KKN, karena ilmu mereka memang cocok langsung di aplikasikan pada perusahaan. KKN lebih cocok untuk mahasiswa Fakultas pertanian dan peternakan, sebab mata perncarian masyarakat pedesaan pada umumnya adalah bertani dan beternak. Namun sebenarnya semua ilmu di universitas dapat diterapkan dalam KKN, namun dengan pendekatan dan sasaran yang berbeda-beda. Program KKN tidak akan dirancang oleh universitas jika tidak ada manfaatnya. Sebagai mahasiswa sudah seharusnya mengabdi kepada masyarakat, membagi ilmu yang mereka timba selama di perguruan tinggi.
2 comments:
KKN seru loh biasanya. banyak pengalaman baru.
semangat!
wah kalo KKN-nya kebagian di tempat yg terisolir bisa berabe juga...
Post a Comment